Kakek Prawiro
Dirjo seorang kakek yang lahir di surabaya 80 tahun yang lalu. Dimasa muda
kakek Prawiro Dirjo adalah seorang pejuang yang gigih pada masa itu, dulu kakek
Prawiro Dirjo merupakan bagian dari angkatan bersenjata didikan Jepang di masa
itu(PETA). Saat ketjadi tentara didikan Jepang itu kakek Prawiro Dirjo di
ajarkan oleh para tentara asli Jepang yang saat itu menduduki kawasan Indonesia
tentang cara-cara berperang mulai dari cara menembak dengan pistol sampai
mengoperasikan tank-tank yang sangat besar, tidak cuma itu saja kakek Prawiro
Dirjo pun juga di ajarkan beberapa seni ilmu beladiri khas dari negeri matahari
terbit itu .
Ketika
kakek Prawiro Dirjo dan semua orang asli pribumi(orang asli Indonesia) yang
didik oleh Jepang tahu kalau tentara Jepang mulai ketahuan niat jahatnya,
diam-diam kakek Prawiro Dirjo dan para temannya tentara pribumi itu mengatur
sebuah siasat untuk berperang menghadapi tentara asli Jepang.
Saat
tiba malam menjelang kakek Prawiro Dirjo dan semua tentara pribumi yang di
latih oleh Jepang bersiap-siap untuk melancarkan aksinya keluar dari benteng
Jepang, mereka semua rela tidak tidur demi merebut kembali kedaulatan bangsa
Indonesia yang sangat mereka cintai dari tangan jahat tentara Nippon.
Saat
semua semua tentara asli negara matahari terbit itu tertidur pulas kakek
Prawiro Dirjo beserta semua tentara pribumi(tentara Indonesia) yang dilatih
oleh tentara Jepang mengendap untuk keluar dari benteng yang selama ini di huni
oleh tentara Jepang beserta kakek Prawiro Dirjo beserta semua tentara
pribumi(tentara Indonesia).
Sebelum
mereka semua keluar(kakek Prawiro Dirjo beserta para tentara pribumi) tidak
lupa mereka semua membawa sebagian senjata tentara jepang, dan juga sebagian
makanan untuk stock mereka saat berperang.nanti.
Saat
tepat di depan pintu benteng sang kakek Prawiro Dirjo dan teman-teman sesama
pejuang dengan cara gotong-royong bahu membahu mereka berusaha membuka pintu
benteng, “ bismillahirohmanirohim Allahu Akbar.. Allahu Akbar..!! buka.. ayo
semangat” terdengar teriakan kakek Prawiro Dirjo dan teman-teman sesama pejuang
yang ikut pelatihan tentara didikan Jepang. Dengan seijin Allah SWT, usaha yang
keras dan dengan kekuatan semangat kakek Prawiro Dirjo dan teman-temanya sesama
pejuang dari orang pribumi pintu benteng yang kokoh dan kuat itulah berhasil di
buka oleh kakek Prawiro Dirjo dan teman-teman pejuang berhasil di buka paksa
Setelah
pintu benteng yang kokoh dan kuat itu terbuka, kakek Prawiro Dirjo dan
teman-teman pejuang itu lari masuk kedalam hutan, setelah lari masuk ke dalam
hutan kakek Prawiro Dirjo, membangun sebuah tenda di tengah hutan dan mulai
mematengkan lagi rencana yang mereka buat sebelum saat mereka masuk ke dalam
hutan.
Saat
pagi mejelang semua prajurit Jepang melalukan apel pagi mereka tau kalau kakek
Prawiro Dirjo dan teman-temannya para pejuang kabur, mengetahui kalau tentara
pribumi kabur salah satu satu dari prajurit Jepang. Mengercek senjata dan
persediaan makanan mereka, betapa terkejutnya seorang prajurit tersebut begitu
mengetahui kalau stock senjata dan makan merka yang hampir habis. Kemudian
prajurit tersebut lapor kepada komandan pemimpin dia, “maaf komandan stock
makanan dan senjata kita telah di curi oleh para pengkhianat(tentara Jepang
menyebut kakek Prawiro Dirjo dan para
teman pejuangnya karena mereka sudah di ajarkan untuk berperang tapi mereka
malah melakukan aksi serangan ke Jepang)” kata sang prajurit kepada
atasannya(komandannya) dengan menggunakan bahasa Jepang. Komandannya pun marah
dengan berita itu kemudian sang komandan pun menjawab dengan nada marah “
goblok !!! mulai sekarang kita harus ekstra waspada terhadap serangan mereka,
sesemkarang kita harus jaga tidak peduli
siang maupun malam. Tanpa terkecuali !!!”. setelah itu sang prajurit
itupun langsung menyebarkan perintah komandannya kepada teman-temannya
Setelah semua prajurit Jepang menerima perintah itu
langsung dari komandannya penjagaan di sekitar benteng baik itu dalam maupun
luar benteng di perketat, tujuannya supaya kalau pasukan kakek Prawiro Dirjo
dan teman-temannya menyerbu mereka(para prajurit asli Jepang sudah siap di
posisi mereka masing-masing). Dugaan mereka(para prajurit dan komandan tentara
Jepang) itu salah, ternyata saat malam menjelang ketika mereka tanpa sengaja
tertidur pulas para pasukan pejuang dan kakek Prawiro Dirjo pun mulai begerilya
untuk menyerbu benteng Jepang.
“Bismillahirohmanirohim...
Allahu akbar, serang!!” teriakan kakek Prawiro Dirjo dan para teman-teman pejuang
yang ikut bersama kakek pun langsung menyerbu benteng jepang, saat itu tentara
Jepang belum siap dan mereka pun kaget dengan serangan itu. Akhirnya
pertempuran pun pecah meskipun orang Indonesia(kakek Prawiro Dirjo dan
kawan-kawannya) hanya bersenjatakan bambu runcing dan sebagian ada yang membawa
senjata hasil yang mereka curi, tapi pada akhirnya orang Indonesialah yang
menang dengan seijin Allah SWT dan karena dengan taktik perang gerilya. Banyak
korban meninggal di pihak tentara Jepang.
Pada
tanggal 15 agustus 1945 mereka (tentara Jepang) yang berada di Surabaya
khususnya dan di Indonesia pada umumnya mendengar berita dari radio lokal bahwa
kota hiroshima dan nagasaki di Jepang telah luluh lantak oleh bom atom sekutu,
akhirnya mereka pun molai meninggalkan Surabaya dan kembali ke Jepang dan
menyerah kalah kepada sekutu. Kemudian tentara sekutu pun akhirnya mendarat di
Surabaya mereka mempunyai “alibi” ingin melucuti sisa senjata dari tentara
Jepang.
Ternyata
saat mendarat di Surabaya para tentara sekutu tidak sendiri, mereka di boncengi
oleh para tentara Belanda di bawah pimpinan jenderal AWS Mallaby. Pada saat
jenderal AWS mallaby keliling dan konvoi kota Surabaya bersama presiden pertama
Indonesia Ir Soekarno, jenderal AWS Mallaby di tembak oleh salah satu arek
Surabaya.
Mengetahui
bahwa jenderalnya jenderal AWS Mallaby di tembak oleh masyarakat Surabaya para
tentara Belanda dan Sekutu marah, mereka (tentara Belanda dan sekutu) akhirnya
mengultimatum orang Surabaya untuk menyerahkan siapa penembak Jenderal mereka
dan menyerahkan Surabaya kepada pihak mereka.
Tapi ultimatum
dari sekutu dan Belanda itu di tolak oleh arek Surabaya mereka(arek Surabaya)
tidak mau menyerahkan Surabaya kepada pihak sekutu, akhirnya sekutu dan Belanda
pun marah mereka menyerbu Surabaya dari udara, darat dan laut. Pertempuran pun
tidak dapat di hindari, kakek Prawiro dirjo dan teman-temannya pun bergabung
dengan arek Surabaya untuk berperang.
Dengan dimpin
oleh bung Tomo yang saat itu berteriak “Merdeka atau Mati” semua rakyat
Surabaya dan kakek Prawiro Dirjo pun berperang, pada saat pertempuran itu ada
bendera Belanda di atas hotel majapahit. Kakek pun berteriak “ he.. enek
benderane wong londo ndek dhuwur e hotel Oranye(nama hotel majapahit saat masih
perang)”.
Tanpa banyak
pikir banyak arek Surabaya yang naik keatas hotel majapahit, sampai di atas
para pejuang itu di tembaki oleh tentara Belanda. Banyak korban yang meninggal
di atas hotel majapahit itu, tapi ada juga yang berhasil menyobek warna biru
dari bendera Belanda itu.
“Merdeka !!!”
teriak kakek Prawiro Dirjo dengan para arek Surabaya, Belanda pun marah mereka
membabi buta menembaki semua masyarakat Surabaya yang ada di situ, kakek
Prawiro Dirjo terkena tembakan di kakinya. Teman kakek yang saat itu tau kaki
kakek terkena tembakan segera melarikan kakek ke rumah sakit darurat,
pertempuran pun belum juga selesai. Banyak korban yang berjatuhan di pihak
Belanda dan sekutu akhirnya tentara Belanda dan sekutu menyerah dan pulang ke
negaranya.
Kaki kakek
Prawiro Dirjo di operasi untuk mengangkat peluru yang bersarang di kakinya,
setelah operasi selesai dan kakek siuman mendengar berita bahwa Belanda dan
Sekutu sudah kalah kakek senang. “Alhamdulillah.. Matur suwun Gusti Allah
Indonesia merdeka seutuhnya” kata sang kakek sambil sujud syukur, setelah kakek
pulang ke rumahnya kakek yang dulu masih muda itupun mulai naksir nenek Sari
yang saat itu juga masih muda.
Mereka berdua
pun pacaran(kalau kata anak sekarang), selama 5 tahun pacaran setelah itu pada
saat tanggal 10 November 1950 mereka pun menikah. Pada saat itu hidup kakek
masih biasa-biasa aja karena status kakek pada tahun itu masuk TNI dan masih
memperoleh gaji tetap.
Pada tanggal 17
Agustus 1989 keluarlah anak pertama kakek dan nenek yang diberi nama Agus Bakti
Negara, dan nama panggilannya adalah Agus. Masa-masa itu Agus masih
lucu-lucunya, dan sekolah di SD Harapan Mulya. Setelah lulus SD Agus
melanjutkan sekolahnya di SMP Muhammadiyah, Agus merupakan murid yang pandai di
kala itu dia selalu mendapatkan rangking 1 di kelasnya, setelah lulus SMP Agus
melanjutkan sekolahnya di SMKN 1. Di sana Agus juga terkenal sebagai murid yang
pandai.
Pada tanggal 10
November 1992 lahir lah anak kedua dari kakek Prawiro Dirjo dan nenek sari yang
bernama Putri Ayu Kusuma Negara yang kemudian di panggil Ayu, saat masuk
sekolah Ayu mengikuti jejak masnya dengan sekolah di SD Harapan Mulya. Setelah
lulus SD Ayu melanjutkan sekolahnya di SMP Muhammadiyah, Ayu merupakan murid
yang pandai di kala itu dia selalu mendapatkan rangking 1 di kelasnya dan juga
dia memiliki prestasi dibidang Pencak Silat , setelah lulus SMP Ayu melanjutkan
sekolahnya di SMKN 10. Di sana Ayu juga terkenal sebagai murid yang pandai.
Insiden pun
terjadi saat menjemput adeknya Ayu dari pertandingan pencak silat, Agus
terjatuh dari motornya dan Agus pun dirawat di sebuah rumah sakit. Kata dokter
Agus harus di opname untuk waktu yang panjang, saat itulah sang kakek yang
sudah pensiun terpaksa menjual rumah dan semua harta benda yang di milikinya
untuk membayar rumah sakit Agus.
Selama 4 bulan
Agus di opname di Rumah sakit, saat itu kakek berusaha membeli rumah
kecil-kecilan untuk tempat tinggal keluarga mereka. Setelah mendapatkan rumah
kakek pun bekerja sebagai pemulung sampah, tanpa mengenal jijik atau hina siang
dan malam pun kakek bekerja sebagai pemulung.
Setelah Agus
keluar dari rumah sakit dan sudah sehat betul Agus pun mencari pekerjaan. Agus
memperoleh pekerjaan di sebuah perusahaan swasta di Bali, selama 5 tahun
bekerja di Bali Agus pun menikah dengan orang asli sana. Kakek, nenek dan
adiknya Ayu pun di ajak tinggal di Bali tetapi mereka tidak mau.
Kakek pun masih
bekerja sebagai pemulung dan nenek bekerja sebagai buruh cuci, sementara Ayu
sedikit-sedikit bisa membantu perekonomian keluarganya karena Ayu sudah jadi
atlit pencak silat di bawah naungan KONI Surabaya. Setelah itu Ayu pun tinggal
di asrama KONI, tapi setiap satu bulan sekali Ayu pulang untuk menjenguk ayah
dan ibunya, dan memberikan uang gajinya sebagai atlit.
Tiap bulan pun
Agus juga selalu mengirim uang buat kakek Prawiro Dirjo dan nenek Sari, dari
situlah kakek dan nenek memperoleh tambahan uang buat hidup selain pekerjaan
mereka yang buruh cuci dan pemulung itu. Meskipun demikian kakek dan nenek
tidak merasa minder dengan pekerjaan
mereka sekarang, karena dari situ mereka mendapatkan uang untuk hidup berdua.
Tidak ada
satupun tetangga kakek dan nenek tetangga sekitarnya tahu kalau kakek Prawiro
Dirjo dulu adalah seorang pejuang, kakek menyimpan rapat-rapat kisah masa
lalunya yang sebagai pejuang. Bagi kakek kisah masa lalunya yang sebagai mantan
pejuang itu bukan merupakan hal yang harus di bangga-banggakan dan terlalu di
besar-besarkan sehingga menimbulkan perasaan sombong dan takabur, itu yang
kakek dan nenek tidak mau sampai terjadi.
Meskipun mereka
hidup dalam keadaan di bawah garis kemiskinan mereka pun tidak mengeluh, pesan
kakek kepada kita generasi berikutnya adalah “ meskipun kita berada di bawah
garis kemiskinan tetapi kita haruslah pandai-pandai bersyukur, yang penting
semua itu harus ikhlas dan lillahi ta’ala. Semua pekerjaan itu yang penting
hanya 2 itu merupakan pekerjaan yang halal dan yang terpenting adalah cari
berkah Allah SWT”
Kata kakek “
banyak harta ngapain kalau ga berkah.. harta itu tidak di bawa mati yang di
bawa mati hanya amal dan ibadah kita selama kita hidup.. “
Banyak tauladan
yang bisa kita petik dari kisah hidup kakek Prawiro Dirjo yang kita bisa
tauladani yang pertama kesederhanaan kakek yang hidupnya hanya sebagai
pemulung, yang kedua sikap rendah hati kakek yang tidak mau mengumbar kisahnya
sebagai pahlawan.
Kakek Prawiro
Dirjo bukan hanya seorang kakek yang menjadi pahlawan untuk bangsa ini tapi
beliau juga merupakan pahlawan bagi keluarganya, salut dan turut bangga saya
sebagai generasi penerus kakek. Kalau jaman dulu kakek berperang dengan
menggunakan fisiknya tapi sekarang kita sebagai penerusnya harus berperang
menggunakan otak kita dengan cara belajar dan mengisi kemerdekaan ini dengan
ilmu.
Kakek perjuangan
engkau sekarang berada di pundak saya dan kita semua sebagai penerus Bangsa,
kami semua bangga dengan apa yang engkau lalukan demi kemerdekaan bangsa
Indonesia ini. Tanpa engkau dan semua pahlawan kita penerus bangsa ini tidak
dapat merasakan kemerdekaan.
“Trima kasih kakek
dan semua para pejuang yang telah gugur untuk bangsa ini, hanya itulah yang
bisa kami sampaikan. Pengorbanan, air mata dan darah kalian telah melebur jadi
satu di tanah air indonesia ini tidak akan pernah sia-sia”
penerus bangsa yang siap meneruskan cita-cita para pahlawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar