Selasa, 10 September 2013

KISAH MANTAN SEORANG PEJUANG


Kakek Prawiro Dirjo seorang kakek yang lahir di surabaya 80 tahun yang lalu. Dimasa muda kakek Prawiro Dirjo adalah seorang pejuang yang gigih pada masa itu, dulu kakek Prawiro Dirjo merupakan bagian dari angkatan bersenjata didikan Jepang di masa itu(PETA). Saat ketjadi tentara didikan Jepang itu kakek Prawiro Dirjo di ajarkan oleh para tentara asli Jepang yang saat itu menduduki kawasan Indonesia tentang cara-cara berperang mulai dari cara menembak dengan pistol sampai mengoperasikan tank-tank yang sangat besar, tidak cuma itu saja kakek Prawiro Dirjo pun juga di ajarkan beberapa seni ilmu beladiri khas dari negeri matahari terbit itu .
            Ketika kakek Prawiro Dirjo dan semua orang asli pribumi(orang asli Indonesia) yang didik oleh Jepang tahu kalau tentara Jepang mulai ketahuan niat jahatnya, diam-diam kakek Prawiro Dirjo dan para temannya tentara pribumi itu mengatur sebuah siasat untuk berperang menghadapi tentara asli Jepang.
            Saat tiba malam menjelang kakek Prawiro Dirjo dan semua tentara pribumi yang di latih oleh Jepang bersiap-siap untuk melancarkan aksinya keluar dari benteng Jepang, mereka semua rela tidak tidur demi merebut kembali kedaulatan bangsa Indonesia yang sangat mereka cintai dari tangan jahat tentara Nippon.
            Saat semua semua tentara asli negara matahari terbit itu tertidur pulas kakek Prawiro Dirjo beserta semua tentara pribumi(tentara Indonesia) yang dilatih oleh tentara Jepang mengendap untuk keluar dari benteng yang selama ini di huni oleh tentara Jepang beserta kakek Prawiro Dirjo beserta semua tentara pribumi(tentara Indonesia).
            Sebelum mereka semua keluar(kakek Prawiro Dirjo beserta para tentara pribumi) tidak lupa mereka semua membawa sebagian senjata tentara jepang, dan juga sebagian makanan untuk stock mereka saat berperang.nanti.
            Saat tepat di depan pintu benteng sang kakek Prawiro Dirjo dan teman-teman sesama pejuang dengan cara gotong-royong bahu membahu mereka berusaha membuka pintu benteng, “ bismillahirohmanirohim Allahu Akbar.. Allahu Akbar..!! buka.. ayo semangat” terdengar teriakan kakek Prawiro Dirjo dan teman-teman sesama pejuang yang ikut pelatihan tentara didikan Jepang. Dengan seijin Allah SWT, usaha yang keras dan dengan kekuatan semangat kakek Prawiro Dirjo dan teman-temanya sesama pejuang dari orang pribumi pintu benteng yang kokoh dan kuat itulah berhasil di buka oleh kakek Prawiro Dirjo dan teman-teman pejuang berhasil di buka paksa
            Setelah pintu benteng yang kokoh dan kuat itu terbuka, kakek Prawiro Dirjo dan teman-teman pejuang itu lari masuk kedalam hutan, setelah lari masuk ke dalam hutan kakek Prawiro Dirjo, membangun sebuah tenda di tengah hutan dan mulai mematengkan lagi rencana yang mereka buat sebelum saat mereka masuk ke dalam hutan.
            Saat pagi mejelang semua prajurit Jepang melalukan apel pagi mereka tau kalau kakek Prawiro Dirjo dan teman-temannya para pejuang kabur, mengetahui kalau tentara pribumi kabur salah satu satu dari prajurit Jepang. Mengercek senjata dan persediaan makanan mereka, betapa terkejutnya seorang prajurit tersebut begitu mengetahui kalau stock senjata dan makan merka yang hampir habis. Kemudian prajurit tersebut lapor kepada komandan pemimpin dia, “maaf komandan stock makanan dan senjata kita telah di curi oleh para pengkhianat(tentara Jepang menyebut kakek Prawiro Dirjo  dan para teman pejuangnya karena mereka sudah di ajarkan untuk berperang tapi mereka malah melakukan aksi serangan ke Jepang)” kata sang prajurit kepada atasannya(komandannya) dengan menggunakan bahasa Jepang. Komandannya pun marah dengan berita itu kemudian sang komandan pun menjawab dengan nada marah “ goblok !!! mulai sekarang kita harus ekstra waspada terhadap serangan mereka, sesemkarang kita harus jaga tidak peduli  siang maupun malam. Tanpa terkecuali !!!”. setelah itu sang prajurit itupun langsung menyebarkan perintah komandannya kepada teman-temannya
            Setelah  semua prajurit Jepang menerima perintah itu langsung dari komandannya penjagaan di sekitar benteng baik itu dalam maupun luar benteng di perketat, tujuannya supaya kalau pasukan kakek Prawiro Dirjo dan teman-temannya menyerbu mereka(para prajurit asli Jepang sudah siap di posisi mereka masing-masing). Dugaan mereka(para prajurit dan komandan tentara Jepang) itu salah, ternyata saat malam menjelang ketika mereka tanpa sengaja tertidur pulas para pasukan pejuang dan kakek Prawiro Dirjo pun mulai begerilya untuk menyerbu benteng Jepang.
            “Bismillahirohmanirohim... Allahu akbar, serang!!” teriakan kakek Prawiro Dirjo dan para teman-teman pejuang yang ikut bersama kakek pun langsung menyerbu benteng jepang, saat itu tentara Jepang belum siap dan mereka pun kaget dengan serangan itu. Akhirnya pertempuran pun pecah meskipun orang Indonesia(kakek Prawiro Dirjo dan kawan-kawannya) hanya bersenjatakan bambu runcing dan sebagian ada yang membawa senjata hasil yang mereka curi, tapi pada akhirnya orang Indonesialah yang menang dengan seijin Allah SWT dan karena dengan taktik perang gerilya. Banyak korban meninggal di pihak tentara Jepang.
            Pada tanggal 15 agustus 1945 mereka (tentara Jepang) yang berada di Surabaya khususnya dan di Indonesia pada umumnya mendengar berita dari radio lokal bahwa kota hiroshima dan nagasaki di Jepang telah luluh lantak oleh bom atom sekutu, akhirnya mereka pun molai meninggalkan Surabaya dan kembali ke Jepang dan menyerah kalah kepada sekutu. Kemudian tentara sekutu pun akhirnya mendarat di Surabaya mereka mempunyai “alibi” ingin melucuti sisa senjata dari tentara Jepang.
            Ternyata saat mendarat di Surabaya para tentara sekutu tidak sendiri, mereka di boncengi oleh para tentara Belanda di bawah pimpinan jenderal AWS Mallaby. Pada saat jenderal AWS mallaby keliling dan konvoi kota Surabaya bersama presiden pertama Indonesia Ir Soekarno, jenderal AWS Mallaby di tembak oleh salah satu arek Surabaya.
            Mengetahui bahwa jenderalnya jenderal AWS Mallaby di tembak oleh masyarakat Surabaya para tentara Belanda dan Sekutu marah, mereka (tentara Belanda dan sekutu) akhirnya mengultimatum orang Surabaya untuk menyerahkan siapa penembak Jenderal mereka dan menyerahkan Surabaya kepada pihak mereka.
Tapi ultimatum dari sekutu dan Belanda itu di tolak oleh arek Surabaya mereka(arek Surabaya) tidak mau menyerahkan Surabaya kepada pihak sekutu, akhirnya sekutu dan Belanda pun marah mereka menyerbu Surabaya dari udara, darat dan laut. Pertempuran pun tidak dapat di hindari, kakek Prawiro dirjo dan teman-temannya pun bergabung dengan arek Surabaya untuk berperang.
Dengan dimpin oleh bung Tomo yang saat itu berteriak “Merdeka atau Mati” semua rakyat Surabaya dan kakek Prawiro Dirjo pun berperang, pada saat pertempuran itu ada bendera Belanda di atas hotel majapahit. Kakek pun berteriak “ he.. enek benderane wong londo ndek dhuwur e hotel Oranye(nama hotel majapahit saat masih perang)”.
Tanpa banyak pikir banyak arek Surabaya yang naik keatas hotel majapahit, sampai di atas para pejuang itu di tembaki oleh tentara Belanda. Banyak korban yang meninggal di atas hotel majapahit itu, tapi ada juga yang berhasil menyobek warna biru dari bendera Belanda itu.
“Merdeka !!!” teriak kakek Prawiro Dirjo dengan para arek Surabaya, Belanda pun marah mereka membabi buta menembaki semua masyarakat Surabaya yang ada di situ, kakek Prawiro Dirjo terkena tembakan di kakinya. Teman kakek yang saat itu tau kaki kakek terkena tembakan segera melarikan kakek ke rumah sakit darurat, pertempuran pun belum juga selesai. Banyak korban yang berjatuhan di pihak Belanda dan sekutu akhirnya tentara Belanda dan sekutu menyerah dan pulang ke negaranya.
Kaki kakek Prawiro Dirjo di operasi untuk mengangkat peluru yang bersarang di kakinya, setelah operasi selesai dan kakek siuman mendengar berita bahwa Belanda dan Sekutu sudah kalah kakek senang. “Alhamdulillah.. Matur suwun Gusti Allah Indonesia merdeka seutuhnya” kata sang kakek sambil sujud syukur, setelah kakek pulang ke rumahnya kakek yang dulu masih muda itupun mulai naksir nenek Sari yang saat itu juga masih muda.
Mereka berdua pun pacaran(kalau kata anak sekarang), selama 5 tahun pacaran setelah itu pada saat tanggal 10 November 1950 mereka pun menikah. Pada saat itu hidup kakek masih biasa-biasa aja karena status kakek pada tahun itu masuk TNI dan masih memperoleh gaji tetap.
Pada tanggal 17 Agustus 1989 keluarlah anak pertama kakek dan nenek yang diberi nama Agus Bakti Negara, dan nama panggilannya adalah Agus. Masa-masa itu Agus masih lucu-lucunya, dan sekolah di SD Harapan Mulya. Setelah lulus SD Agus melanjutkan sekolahnya di SMP Muhammadiyah, Agus merupakan murid yang pandai di kala itu dia selalu mendapatkan rangking 1 di kelasnya, setelah lulus SMP Agus melanjutkan sekolahnya di SMKN 1. Di sana Agus juga terkenal sebagai murid yang pandai.
Pada tanggal 10 November 1992 lahir lah anak kedua dari kakek Prawiro Dirjo dan nenek sari yang bernama Putri Ayu Kusuma Negara yang kemudian di panggil Ayu, saat masuk sekolah Ayu mengikuti jejak masnya dengan sekolah di SD Harapan Mulya. Setelah lulus SD Ayu melanjutkan sekolahnya di SMP Muhammadiyah, Ayu merupakan murid yang pandai di kala itu dia selalu mendapatkan rangking 1 di kelasnya dan juga dia memiliki prestasi dibidang Pencak Silat , setelah lulus SMP Ayu melanjutkan sekolahnya di SMKN 10. Di sana Ayu juga terkenal sebagai murid yang pandai.
Insiden pun terjadi saat menjemput adeknya Ayu dari pertandingan pencak silat, Agus terjatuh dari motornya dan Agus pun dirawat di sebuah rumah sakit. Kata dokter Agus harus di opname untuk waktu yang panjang, saat itulah sang kakek yang sudah pensiun terpaksa menjual rumah dan semua harta benda yang di milikinya untuk membayar rumah sakit Agus.
Selama 4 bulan Agus di opname di Rumah sakit, saat itu kakek berusaha membeli rumah kecil-kecilan untuk tempat tinggal keluarga mereka. Setelah mendapatkan rumah kakek pun bekerja sebagai pemulung sampah, tanpa mengenal jijik atau hina siang dan malam pun kakek bekerja sebagai pemulung.
Setelah Agus keluar dari rumah sakit dan sudah sehat betul Agus pun mencari pekerjaan. Agus memperoleh pekerjaan di sebuah perusahaan swasta di Bali, selama 5 tahun bekerja di Bali Agus pun menikah dengan orang asli sana. Kakek, nenek dan adiknya Ayu pun di ajak tinggal di Bali tetapi mereka tidak mau.
Kakek pun masih bekerja sebagai pemulung dan nenek bekerja sebagai buruh cuci, sementara Ayu sedikit-sedikit bisa membantu perekonomian keluarganya karena Ayu sudah jadi atlit pencak silat di bawah naungan KONI Surabaya. Setelah itu Ayu pun tinggal di asrama KONI, tapi setiap satu bulan sekali Ayu pulang untuk menjenguk ayah dan ibunya, dan memberikan uang gajinya sebagai atlit.
Tiap bulan pun Agus juga selalu mengirim uang buat kakek Prawiro Dirjo dan nenek Sari, dari situlah kakek dan nenek memperoleh tambahan uang buat hidup selain pekerjaan mereka yang buruh cuci dan pemulung itu. Meskipun demikian kakek dan nenek tidak  merasa minder dengan pekerjaan mereka sekarang, karena dari situ mereka mendapatkan uang untuk hidup berdua.
Tidak ada satupun tetangga kakek dan nenek tetangga sekitarnya tahu kalau kakek Prawiro Dirjo dulu adalah seorang pejuang, kakek menyimpan rapat-rapat kisah masa lalunya yang sebagai pejuang. Bagi kakek kisah masa lalunya yang sebagai mantan pejuang itu bukan merupakan hal yang harus di bangga-banggakan dan terlalu di besar-besarkan sehingga menimbulkan perasaan sombong dan takabur, itu yang kakek dan nenek tidak mau sampai terjadi.
Meskipun mereka hidup dalam keadaan di bawah garis kemiskinan mereka pun tidak mengeluh, pesan kakek kepada kita generasi berikutnya adalah “ meskipun kita berada di bawah garis kemiskinan tetapi kita haruslah pandai-pandai bersyukur, yang penting semua itu harus ikhlas dan lillahi ta’ala. Semua pekerjaan itu yang penting hanya 2 itu merupakan pekerjaan yang halal dan yang terpenting adalah cari berkah Allah SWT”
Kata kakek “ banyak harta ngapain kalau ga berkah.. harta itu tidak di bawa mati yang di bawa mati hanya amal dan ibadah kita selama kita hidup.. “
Banyak tauladan yang bisa kita petik dari kisah hidup kakek Prawiro Dirjo yang kita bisa tauladani yang pertama kesederhanaan kakek yang hidupnya hanya sebagai pemulung, yang kedua sikap rendah hati kakek yang tidak mau mengumbar kisahnya sebagai pahlawan.
Kakek Prawiro Dirjo bukan hanya seorang kakek yang menjadi pahlawan untuk bangsa ini tapi beliau juga merupakan pahlawan bagi keluarganya, salut dan turut bangga saya sebagai generasi penerus kakek. Kalau jaman dulu kakek berperang dengan menggunakan fisiknya tapi sekarang kita sebagai penerusnya harus berperang menggunakan otak kita dengan cara belajar dan mengisi kemerdekaan ini dengan ilmu.
Kakek perjuangan engkau sekarang berada di pundak saya dan kita semua sebagai penerus Bangsa, kami semua bangga dengan apa yang engkau lalukan demi kemerdekaan bangsa Indonesia ini. Tanpa engkau dan semua pahlawan kita penerus bangsa ini tidak dapat merasakan kemerdekaan.
“Trima kasih kakek dan semua para pejuang yang telah gugur untuk bangsa ini, hanya itulah yang bisa kami sampaikan. Pengorbanan, air mata dan darah kalian telah melebur jadi satu di tanah air indonesia ini tidak akan pernah sia-sia” penerus bangsa yang siap meneruskan cita-cita para pahlawan.